Jumat, 19 April 2013

Katakan Tidak Pada Pacaran



Katakan Tidak Pada Pacaran


Bismillahirohmanirohiim....

Cinta itu memikirkan yang di cintai bukan hanya kemarin dan kini tapi nanti
 mari kita berbicara tentang masa depan agar hari esok yang dijelang bukan suatu kesengsaraan
Ada hal  yang harus jelas dipersiapkan mana yang boleh dilakuhkan dan mana yang harus di hindarkan bila engkau lelaki engkau harus tahu saat melangkah, bila engkau perempuan seharusnya tahu bagaimana bertingkah, kita bicara masa depan karna ia tidak semudah yang diperkirakan oleh pemuda-pemuda yang lalai juga tidak sesulit yang diceritakan perempuan perempuan yang bercerai, setiap muslimah tentu saja mengiginkan lelaki yang bertanggun jawab yang menghargai kelebihan kebaikannya dan memaapkan ke alfaan dan kekurangannya
 Muslimah mana yang tidak ingin lelaki yang berbudi pekerti, baik hati,  tinggi iman dan   lurus amal musliamh mana yang tidak mendambakan lelaki yang bisa mengawalnya  jauh dari  neraka dan membin-bingnya menuju surga Allah
 lelaki  mana yang tidak  suka  dengan wanita cerdik cendekia lagi berparas menawan yang lisannya seanggun geraknya, lelaki yang baik pasti menyukai wanita lemah lebut lagi santun, pintar membahagiakan suami dengan masakan dan perhatian tidak tamah harta selalu menjaga kehormatan
 lelaki mana yang tidak memimpikan wanita yang mendukungnya dalam kebaikandan mengeluarkan kebaikannaya, di rindukan bila di tinggal dan menyenagkan bila berjumpa.
Sialnya kita hidup dizaman kapitalisme yang mengajarka lelaki  dan wanita masa ini untuk   menjadikan kebahagiaan matrealistis sebagai tujuan tertinggi, maka hedonisme anak kandung kapitalisme sukses menjadika lelaki  hanya peduli nikmat sampai batas kulit
 wajar bila kita lihat dimana-man  lelaki jadi miskin tanggung jawab dan pakir komitmen
 bila lelaki yang tidak lulus ujian tanggung jawab dan komitmen mereka layak akhirnya masuk dalam jurusan pacaran
cinta disempitkan dalam arti pacaran terbatas pada rayuan palsu dan gandengan tangan padahal  pendamping sholeh tiada pernah di dapatkan pada proses pacaran karan ke salehan dan kebatilan jelas bertentangan hak dan batil tidak akan pernah bertemu bagaika patamorgana yang dijanjikan kemuliaan semu
 bagaimana bisa lelaki  yang sudah memahami pacaran itu perbuatan yang dilarang Allah memaksa dengan berbagai alasan agar  engkau berbagi dosa  dengan dia, melawan Allah lalu apakah yang seperti ini bisa menjadi panduan setelah menikah ? sebelum halal saja di sudah berani katakan sayang kepadamu jangan heran bila setelah ia menikah ia berani katakan itu pada wanita-wanita yang lain toh sama-sama bermaksiad pada Allah
 jika sebelum akad saja ia sudah berani melabuhkan tangnnya kepada tubuhmu jangan heran bila setelah menikah ia mampu melakuhkan itu pada wanit-wanita yang lain toh sama-sam dosa pada Allah yang tiada takut dosa saat sebelum menikah tentunya jangan harap ia takut dosa  setelah ia menikah. 

Aku Mencurigai Diriku


Aku Mencurigai Diriku

Bismillahirohmanirohiim.......
Betulkah aku telah menjalankannya lebih dari sepenuh hati, atau aku selalu berpura-pura pada setiap jari jemari ku, pada setiap desahan nafas dilafadzku, pada setiap lekukan tengkuk dilututku, selalu kesertakan keikhlasan didalam menjalankannya, atau bahkan kulakukan agar orang melirikku sebagai orang yang baik, hanya menginginkan “pencintraan diri” kah aku, (si itu orangnya rajin sholat, si anu rajin ngaji, dia penghafal loh) inginkah aku dipandang, kini aku mulai curiga pada diriku, pada niatku?
Kukatakan ikhlas setelah terjalankan, bukan pada saat baru ingin memulai, bukankah ini yang dinamakan “ya sudah”,  suatu kerelaan yang terlambat.
Aku mulai mencurigai diriku pada setiap ibadahku,
Kosongkah aku saat ayat ayat indah mulai mengalir terdengar ditelinga. Kecewakah aku pada sikapku, ketika para saudaraku merana menapaki tilas kehidupan, saat terdengar mereka meronta, dan aku hanya berpura pura mencintai lewat lisan manisku.
Kulabuhkan wudhu ini untuk memulai kesucian, namun kemurnian didada ini sesak tak terjaga. Ku katakan aku cinta mereka, namun cinta pada diri sendiri masih yang utama, Ku katakan ini ukhuwah, bahkan kesulitan yang mereka hadapi, aku tak sadar, bahkan tak ada untuknya. Sibuk mengurusi dunia sendiri, kemapanan diri.
Pernah kudengar “jagalah dirimu dari api neraka” memang suatu yang benar. Tapi tanpa sadar kutemukan ke egoisan pada diri ini, aku hanya memikirkan ibadah ini untuk diriku.
Aku mulai mencurigai diriku pada setiap kata- kataku, mungkinkah aku lebih munafik, dari sangkaanku kepada mereka, menyuruh tidak mencontohkan, melarang tapi melanggar.
Kini aku tak lagi bermain dengan alam, alam tak lagi mengenali diriku, semakin ku menua, semakin ada bisikan untuk mengejar dunia, melalui pekerjaanku, terpandangnya diriku, atau jabatan disetiap lembaga yang kusinggahi, “Amanah” namun kuanggap enteng sebuah amanah.
Aku mencurigai diriku, dulu semasa ku kanak aku menghafal dengan riang, kini aku menghafal dengan target, entah tujuan dari target ini untuk apa kedepannya nanti…? menjadi guru ? Atau ingin bergelar hafidz? Atau, entahlah.
Aku mencurigai diriku,
Ketika kusambangi cerita cinta, tanpa sadar timbul sebuah rasa, perasaan yang halus bermakna dalam, memang aku menghijabi diriku, namun cinta ini seringkali luntur bak goresan tinta dikanpas tertetes percikan hujan, aku menodai cintaku, melunturkan semangat untuk terus bersamaMU, bersama melalui nikmat rahmatMu.
Aku mencurigai diriku,
mungkinkah aku sering melabuhkan doa untuk ayah ibuku, mereka ibarat tongkat kehidupan saat aku belajar melangkah sedikit demi sedikit, lupakah aku saat mereka tak lagi bersama dihadapanku, saat kukatakan cinta mereka, namun perangaiku mulai meremehkan keadaan mereka.
Hingga mereka menua, diri mereka mulai tergantikan, atau terlupa mendoakan. Aku mencurigai diriku, dari awal niatku..